Katativi.com – Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyoroti meningkatnya kasus perundungan (bullying) di lingkungan pendidikan. Ia menegaskan pentingnya keterlibatan semua pihak — guru, siswa, orang tua, hingga masyarakat — dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan berempati.
Menurut Ledia, tindakan perundungan tidak bisa hilang sepenuhnya karena adanya dinamika sosial antarindividu. Namun demikian, pihaknya mendotong pencegahan dan dapat menimalisasi perilaku tersebut tetap bisa melalui pengawasan dan pendampingan yang konsisten.
Baca Juga: Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Minta Segera Atasi Kendala TKA Hari Pertama
“Perundungan tidak bisa lepas dari interaksi sosial manusia. Karena itu, guru dan orang tua harus memahami akar masalahnya agar bisa melakukan pencegahan secara efektif,” ujar Sekretaris Fraksi PKS tersebut dalam keterangannya, Kamis (13/11/2025).
Peran Guru BK Lebih dari Sekadar “Polisi Sekolah”
Ledia menilai, guru memiliki peran utama dalam mendeteksi dan menangani potensi perundungan. Terutama guru Bimbingan dan Konseling (BK) yang diharapkan aktif memantau perkembangan siswa dari sisi non akademis, seperti minat, bakat, serta perubahan perilaku.
“Guru BK seharusnya bukan hanya ada saat muncul masalah. Mereka perlu punya program untuk memantau perkembangan siswa dan memberi bimbingan bahkan sebelum masalah muncul,” tegasnya.
Ia juga berharap setiap sekolah, termasuk tingkat dasar, memiliki tenaga guru BK yang cukup. Fungsi guru BK, lanjutnya, harus kembali sebagai pembimbing konseling yang membantu siswa menemukan arah belajar dan perilaku positif, bukan sebagai sosok yang menakutkan.
Cegah Dini dan Pendampingan Empatik
Ledia mencontohkan sebuah kasus di salah satu sekolah di daerah pemilihannya. Seorang siswa yang sering diejek karena dianggap “lemot” ternyata mengalami gangguan lambat belajar. Berkat kepekaan guru, anak tersebut mendapat penanganan khusus dan dukungan belajar tambahan.
“Guru harus bisa mendampingi dua-duanya, korban maupun pelaku. Korban butuh pemulihan, pelaku butuh diarahkan agar tidak mengulangi,” katanya.
Politisi asal Dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini juga menekankan bahwa perundungan tidak boleh dianggap hal biasa. Jika sudah mengarah pada kekerasan fisik atau verbal, sekolah dan pihak berwenang wajib menindaklanjuti sesuai aturan.
Selain guru, Ledia menilai pentingnya peran orang dewasa di sekitar anak — mulai dari orang tua, tenaga kependidikan, hingga masyarakat — dalam memberi contoh perilaku positif.
“Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Kalau orang dewasa terbiasa menghargai perbedaan dan berbicara sopan, anak pun akan meniru hal itu,” ujarnya.
Ia pun mendorong pelatihan bagi guru dan tenaga pendidik agar lebih peka terhadap tanda-tanda perundungan serta mampu merespons dengan pendekatan empatik, bukan menghukum.
Baca Juga: Ledia Hanifa Bagikan Ratusan Sepatu untuk Siswa di Bandung dan Cimahi
Menutup pernyataannya, Ledia mengajak semua pihak bersama-sama membangun ruang belajar yang aman, inklusif, dan bebas kekerasan.
“Sekolah harus jadi tempat tumbuh yang positif, keluarga harus jadi contoh baik, dan pemerintah wajib menciptakan iklim yang menekan perundungan melalui regulasi dan penegakan hukum,” tegasnya. (Rul)