Minggu, Oktober 6, 2024
spot_img
BerandaNewsBandungPara Guru Besar UIN Bandung Gelar Refleksi Makna Hari Santri

Para Guru Besar UIN Bandung Gelar Refleksi Makna Hari Santri

KATATIVI.COM: Pascasarjana UIN SGD Bandung dalam memperingati Hari santri Nasional (HSN)  menggelar acara Talkshow “Peran, Bakti, dan Sinergi Santri untuk Negeri”, dengan narasumber Direktur Pascasarana Prof. Dr. Ahmad Sarbini Prof. Dr. H. Ajid Thohir, M.Ag, Prof. Dr. Aden Rosadi, dan Prof. Dr. Dindin Solahudin di Aula Gedung Pascasarjana UIN SGD Jumat (20/10/2023).

Ahmad Sarbini menyambut baik perayaan hari santri, terlebih dirayakan dengan talkshow reflektif dan multi perspektif tentang makna hari santri oleh para guru besar pascasarjana UIN SGD Bandung. Jihad ini, kata dia, bukan semata glorifikasi tetapi effort bakti untuk negeri.

Nampak Layar Talkshow HSN Peran, Bakti, dan Sinergi Santri untuk Negeri
Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sementara itu Wadir Pascasarjana UIN SGD Bandung Prof. Dr.  Ajid Thohir menyampaikan bahwa keulamaan dan kesantrian merupakan Icon bangsa Indonesia. Resolusi Jihad santri dan kyai itu berisi seruan kepada seluruh masyarakat agar berjuang menolak dan melawan penjajah. Secara kontekstual, tema ini menegaskan bahwa santri tetap memiliki kontribusi aktif untuk memajukan negeri.

Dalam paparan sebagai narasumbernya,  Ajid mengungkapkan peran besar santri dalam onteks kebangsaan Indonesia, dalam pandangannya bangsa Indonensia di bangun dengan elemen-elemen keagamaan, mulai dari acara nikah dengan membaca syahadat, penulisan waktu sholat dalam kalender nasional, begitu juga dengan ibadah haji, zakat, dan lain-lain.

Santri sudah menjadi ruh kebangsaan keseluruh negeri. Ia juga menambahkan, pentingnya etika moral kesantrian dalam keilmuan, seperti terungkap dalam kitab ta’lim muta’allim Ta’lim al-Muta’allim, yang merupakan Panduan Etika Mencari Ilmu. Dan santri juga memliki peran dalam inovasi pembangunan, imbuhnya.

Narasumber kedua Prof. Dr. Aden Rosadi mengungkapkan, makna do’a yang sering dibacakan juga oleh para santri,  “Allahumma inni as’aluka ilman nafi’an, wa rizqan wasi’an, wa syifa’an min kulli da’in”. menurutnya do’a ini erat kaitannya dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu Pendidikan, ekonomi dan Kesehatan.

IPM mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Melalui pendekatan tiga dimensi dasar yang mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan layak. Dalam pandangannya, pesantren identik dengan kyai dan santri, didalamnya ada nilai-nilai yang bisa dipetik, tentang Pendidikan kebebasan dan kebersamaan, contohnya ada santri yang tugasnya ‘ngaliwet’ saja, ada juga santri yang tugas ngaji, dan lain-lain.

Juga tentang nilai Pendidikan disilpin, yang dilaksanakan oleh kyai dan para santri dipesantren, dan nilai Pendidikan moralitas, ungkap Wadir 2 ini. Karena santri, bisa diartikan asal kata dari Bahasa Inggris, ‘sun  dan three’, artinya tiga matahari yaitu hati, pikiran, dan akhlaqul karimah.

Ciri santri adalah muqoddimahnya pakai hahasa arab, ungkap Prof. Dr.  Dindin Solahudin, MA yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur 3 Pascasarjana,  dengan tersenyum dan rileks mengawali paparan sebagai narasumber pada talkshow ini.

Termasuk juga bisa dilihat dari ‘not pertama’ cara pengucapan salam nya, menggunakan ‘tasydid’ atau tidak, imbuhnya sambil santai menyampaikan.

Prof. Dindin, yang juga sering dipanggil Kyai karena ia sebagai pengasuh Pondok Pesantren al Ihsan, Cibiru-Hilir ini. dalam paparannya, ia menyatakan bahwa santri itu adalah kualifikasi, nilai kualifikasi di berbagai lini, multi aspek dan sektoral dalam berbagai dimensi realitas kehidupan ini, bisa disekolah atau madrasah, perguruan tinggi umum, dan lain sebagainya.

Manurutnya, makna labelisasi santri erat kaitannya dengan hasil Penelitian dari Clifford Geertz mengenai The Religion of Java,  berasal dari tim yang dibentuk oleh MIT dari Institut MIT di Amerika Serikat, dibentuk satu tim untuk mengkaji dinamika sosial di beberapa belahan dunia, termasuk di Indonesia. Buku penelitian mendiang Clifford  Geertz meski telah terbit lebih dari setengah abad silam, yaitu tentang Agama Jawa: Santri, Priyayi dan Abangan.

Tampaknya sedap untuk dikaji kembali dalam situasi masa kini, terutama ketika kata ‘santri’ menjadi titik perhatian yang kontekstual. Kyai Dindin menegaskan, Jihad sekarang ini adalah melakukan dan mewujudkan bakti untuk negeri ini, dengan memenuhi ruang berbagai aspek kehidupan masing-masing, sesuai dengan peranan dan peluangnya masing-masing. Ada hadits yang seringkali disampaikan tidak lengkap dan utuh, hanya potongannya saja, ‘ballighu anni walau ayat’, hadits dari Abdullah ibn Amr ini, dipahami bukan dari kapasitas da’inya, tapi pesan dakwahnya, yaitu sesuai dengan peran dan pealuangnya masig-masing.

Pada sesi diskusi, banyak para guru besar lain termasuk civitas akademik Pascasarjana menyampaikan pandangannya juga apresiasinya pada talkshow HSN ini.

Acara talkshow yang dimoderatori Prof. Dr. Yusuf Wibisono, M.Ag, ini pun berjalan dengan hangat dan rileks dan khidmat.  Acara ini ditutup dengan sesi poto bersama, direktur pascasarjana, para narasumber, moderator, civitas akademik pascasarjana dan seluruh peserta.

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments