Empat Catatan Komisi X DPR soal Program Makan Bergizi Gratis: Soroti Efisiensi hingga Sampah Sekolah

BANDUNG, KATATIVI — Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyampaikan empat catatan penting terkait pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sorotan utamanya mencakup efisiensi anggaran, pemerataan sasaran, hingga persoalan pengelolaan sampah di sekolah.

Dalam masa resesnya, Ledia melakukan kunjungan ke sejumlah sekolah di Kota Bandung dan Kota Cimahi untuk meninjau langsung pelaksanaan MBG. Hasil dari kunjungan tersebut dirangkum dalam empat poin evaluasi yang dinilai krusial untuk perbaikan program.

Tidak Semua Sekolah Perlu MBG

Ledia menilai pendistribusian program MBG perlu memperhatikan kondisi ekonomi siswa di masing-masing sekolah. Menurutnya, masih ada sekolah dengan mayoritas siswa dari keluarga mampu, sehingga tidak menjadi prioritas penerima program.

BACA JUGA : Ledia Usul Sekolah Swasta Jadi Solusi PPDB Bandung

“Karena program ini menggunakan dana besar dan belum bisa menjangkau semua sekolah di Indonesia, maka pendataan akurat sangat diperlukan agar program ini diberikan pada sekolah yang paling membutuhkan,” ujar Ledia di Bandung, Kamis (19/6/2025).

Efisiensi Jumlah Paket Makanan

Catatan kedua menyangkut efisiensi jumlah makanan. Ia mencontohkan satu SMP dengan 800 siswa, namun setiap hari rata-rata 60 siswa tidak hadir. Meski demikian, sekolah tersebut tetap menerima 800 paket makanan, sehingga terjadi pemborosan.

“Kalau kita sudah tahu rata-rata absensi, maka bisa dikirim 750 paket saja. Ini bisa menghemat anggaran tanpa mengorbankan mutu makanan,” jelasnya.

Ledia menyarankan adanya koordinasi harian antara pihak sekolah dan dapur penyedia makanan. Apalagi jika dapur berada di sekitar kecamatan yang sama, laporan jumlah siswa yang hadir bisa dilakukan lebih awal untuk menyesuaikan jumlah paket.

Tumpukan Sampah Jadi Masalah Baru

Selain kelebihan makanan, Ledia juga menyoroti persoalan limbah yang dihasilkan dari MBG. Sampah berupa kulit buah, kemasan susu, hingga sisa makanan menumpuk setiap hari, dan tidak semua sekolah memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik.

“Sekolah mengeluhkan produksi sampah setiap hari, sementara pengelolaannya belum optimal. Ini bisa jadi sumber masalah baru jika tidak segera diatasi,” ungkap Sekretaris Fraksi PKS DPR RI itu.

Ia menyarankan adanya dukungan dari pemerintah daerah, RW, hingga kelurahan agar pengelolaan sampah lebih terorganisir, termasuk melalui metode komposting atau magotisasi.

Fokuskan Program ke Daerah 3T

Catatan terakhir menekankan pentingnya afirmasi bagi wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Menurut Ledia, angka stunting dan kekurangan gizi masih tinggi di wilayah tersebut, sehingga MBG harus diprioritaskan untuk daerah-daerah ini.

“Daerah 3T sangat membutuhkan program MBG untuk menunjang asupan gizi anak-anak. Setelah itu baru daerah lain dengan siswa mayoritas dari keluarga prasejahtera,” ujarnya.

Ledia berharap, pemerintah melakukan pendataan yang lebih cermat agar program MBG benar-benar tepat sasaran dan berdampak pada peningkatan kualitas gizi generasi muda Indonesia.